Kelambanan pemerintah dalam merespons wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan memicu protes kalangan peternak. Kebijakan dalam mengendalikan wabah PMK ini diharapkan tidak kian merugikan para peternak. “Kami menilai ada kelambanan pemerintah dalam merespons wabah PMK ini. Akibatnya kebijakan yang diambil terkesan tidak melalui kajian matang sehingga malah merugikan kami para peternak,” ujar Ujang, perwakilan Peternak Rakyat Indonesia (PARI) Cianjur, saat melakukan audiensi dengan Fraksi PKB DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (9/6/2022).
Dalam audiensi ini belasan anggota PARI diterima oleh Anggota Komisi IV dari Fraksi PKB Muhtarom dan Wakil Ketua Komisi IV Anggia Ermarini. Mereka juga didampingi Relawan Muhaimin Peduli (RMP) Jawa Barat. Kehadiran para peternak ini sebagai bentuk kegundahan akan kian masifnya wabah PMK di berbagai daerah. Ujang mengatakan wabah PMK pada hewan dan ternak sebenarnya bisa dicegah sejak dini jika ada kecepatan pemangku kepentingan saat wabah pertama kali merebak.
Menurutnya jauh sebelum Idul Fitri di Cianjur sudah ada gejala wabah ini. Anggota PARI melaporkan jika ada kematian ternak secara beruntun dan sudah dilaporkan ke Dinas Peternakan setempat. “Namun laporan ini dianggap sebagai angin lalu sehingga ternak yang mati dari anggota kami mencapai 22 ekor secara beruntun. Harusnya jika ada gejala dan laporan seperti ini pemerintah bisa bertindak dengan lebih cepat,” ujarnya. Kelambanan ini, kata Ujang juga tampak pada level pemerintah pusat.
Dia mencontohkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 403 dan 404 tentang Penetapan Daerah Wabah Penyakit Mulut dan Kuku yang masih bersifat lokal. Akibatnya penanganan wabah ini masih bersifat parsial. “Harusnya penetapan daerah wabah ini bersifat nasional sehingga penanganan bisa bisa bersifat menyeluruh,” katanya. Anggota Paguyupan Peternak Pedagang Hewan Cianjur Cholis menambahkan ketika kebijakan penanganan wabah PMK ini bersifat parsial maka terjadi ketidaksingkronan langkah antar pemerintah daerah.
Dia mencontohkan saat ini hewan ternak bisa keluar masuk ke wilayah Cianjur karena adanya kebijakan karantina. Di sisi lain tidak fasilitas karantina hewan yang disedaikan pihak berwenang. “Biasanya minggu minggu jelang Idul Adha ini kita sudah bisa menjual 15 20 ekor per hari. Tetapi karena ada isu wabah dan penanganan yang tidak terpusat akihirya kita hanya bisa menjual 5 ekor per hari,” katanya. Sementara itu Anggota Komisi IV Fraksi PKB Muhtarom mengaku memahami kegelisahan dan kegundahan dari para peternak dan pedagang hewan yang terdampak langsung wabah PMK. Apalagi saat ini menjelang perayaan Idul Adha yang harusnya menjadi puncak perdagangan hewan kurban.
“Memang saat ini harusnya menjadi masa panen dari para peternak dan pedagang hewan, tetapi karena ada wabah PMK ini akhirnya mereka semua merugi,” katanya. Mantan Bupati Madiun dua periode ini meminta kepada pemerintah agar apapun kebijakan dalam upaya pengendalian wabah PMK ini tidak merugikan para peternak dan pedagang hewan. Jika perlu pemerintah harus memberikan ganti rugi kepada para peternak jika hewan peliharaan mereka harus dimusnahkan untuk mencegah perkembangan wabah.
“Jangan sampai upaya pengendalian dari pembelian obat, pemberian vaksin, hingga pemusnahan hewan merugikan para peternak. Pemerintah harus bisa membuat skema agar langkah penyelesaian tidak merugikan peternak,” tegasnya. Muhtarom juga berharap agar penanganan wabah ini tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah pusat. Harus ada peran aktif dari pemerintah daerah sehingga langkah langkah penanggulangan bisa lebih efektif dan cepat.
“Situasi saat ini bisa dikategorikan sebagai kedaruratan maka harus ada langkah cepat agar wabah ini bisa berakhir dan tidak kian merugikan para peternak dan pedagang hewan,” pungkasnya.